Memupuk Jiwa Wirausaha Sejak Balita

Wirausaha ataupun biasa lagi disebut entrepreneursip saat ini alang pesam hangatnya digalakkan di Indonesia. Jumlah pelaku wiraswasta di negeri ini memang lagi sangat minim, berjibun faktor yang mempengaruhinya antara asing : budaya ataupun mindset dari anak buah tua generasi diatas kita yang berpikiran bahwa kerja yang damai dan pasti damai makmur adalah menjadi karyawan kantoran apik di swasta atau di tadbir ataupun menjadi PNS. Kurangnya bimbingan sejak baya mula khususnya di tangga sekolahan lagi berpengaruh besar akan minimnya wirausahawan di Indonesia.

Tulisan ini lebih sesuai diperuntukkan bagi generasi penyambung bangsa Indonesia yang berada di desa ataupun desa dengan ajaran bahwa, ternyata berjibun pengangguran baya produktif yang berada di kampung, ternyata berjibun anak-anak baya belajar yang tak bisa melanjutkan sekolah karena tak sedia biaya sekolah, tak adanya pemerataan pembangunan walaupun hanya sekedar penyuluhan-penyuluhan secara ajek dan terpadu bagi penghuni di desa justru di pelosok.

Berangkat dari keprihatinan di atas, abdi pikir wedus bisa menjadi salah ahad problem solver nya, beternak kambing dengan adil dan efiktif bisa meluaskan pendapatan perkapita penghuni di desa justru di pedalaman.

Pada kehidupan di desa pelosok, lagi sedia 1-2 anak buah tua yang melimpahkan wewenang darma mencari rumput pakan wedus kepada anaknya, karena ketidakadaan biaya untuk sekolah maka anaknya di arahkan untuk mencari rumput, kejadian bagaikan ini berlangsung dari tarikh ketahun tanpa sedia peningkatan secara bena dari buatan mengasuh kambing.

Sebenarnya melimpahkan wewenang kepada anak-anak untuk mengasuh wedus ataupun bahasa halusnya lebih mengenal dunia wiraswasta dengan beternak wedus adalah salah ahad cara yang baik, namun karena belum sedia sistem yang apik maka buatan dari beternaknya pun hanya berakhir untuk kehidupan sehari-hari.

Ada 1 buah pikiran biasa dari saya, andai 1 anak cucu balita di desa mempunyai 1 wedus betina, maka 50% justru lebih kebutuhan sekolahnya hendak tercukupi dari uang awal 1 wedus betina. Simplenya bagaikan ini, dipilihkan 1 belakang wedus betina yang bisa melahirkan 2 anak cucu wedus tiap taunnya, kemudian tarikh kedua sang induk betina hendak hamil dan melahirkan 2 anak cucu wedus lagi, beres totalnya telah 5 kambing, nah tiap tarikh 1 wedus dewasa usahakan yang jantan dijual untuk biaya sekolah si anak cucu tersebut.

Untuk menaikkan jumlah wedus yang diternak, maka dilarang menjual wedus yang berjenis kelamin betina, dengan alasan bahw wedus betina bisa berkembang biak, beres yang di jual hanya wedus jantan saja. Lama kelamaan, si anak cucu balita yang telah beranjak akil balig ini hendak memiliki minimal 5 belakang indukan wedus yang dalam 1 tarikh andaikata ke 5 induk ini hamil bersamaan maka hendak melahirkan 10 belakang anak cucu kambing.

Derngan menerapkan pola yang biasa tadi, dijamin bahwa para pemelihara wedus dikampung tak hendak arung kesulitan berarti andaikata ingin menyekolahkan anaknya sampai tangga perguruan tinggi. Puncak dari pengembangan 1 belakang wedus betina tadi adalah ketika si anak cucu balita tadi beranjak dewasa dan menuntut (ganti rugi) pendidikan S1, Berhubung biaya yang dibutuhkan berjibun maka saatnya sang pemelihara memanen hasi tabungan berupa kambing-kambing tersebut.

Perlu dicermati bahwa wedus yang boleh dijual adalah wedus pejantan, ataupun misalnya terpaksa, boleh menjual wedus betina yang telah berumur tua, supaya memungkinkan wedus betina yang lagi produktif untuk berkembang , beranak pinak.

Dengan menerapkan sistem berternak di atas, maka secara tak langsung hendak memupuk jiwa kewirausahaan  anak-anak balita, sehingga ketika dewasa dan menaiki abad kerja maka telah tertanam dalah jiwa jasmani mereka adalah semangat untuk selalu berwirausaha.